Menanamkan Harapan dan Optimisme pada Remaja
Menanamkan Harapan dan Optimisme pada Remaja merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary dalam pembahasan Ada Apa dengan Remaja. Kajian ini disampaikan pada Selasa, 21 Rajab 1446 H / 21 Januari 2025 M.
Kajian Tentang Menanamkan Harapan dan Optimisme pada Remaja
Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam kitabNya,
يَا بَنِيَّ اذْهَبُوا فَتَحَسَّسُوا مِنْ يُوسُفَ وَأَخِيهِ وَلَا تَيْأَسُوا مِنْ رَوْحِ اللَّهِ ۖ إِنَّهُ لَا يَيْأَسُ مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْكَافِرُونَ
“Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir“.” (QS. Yusuf[12]: 87)
Lihat: Kesabaran dan Optimisme Nabi Ya’qub
Dan ini yang harus kita bangun kepada para remaja, yang mana mereka sudah mulai bersentuhan dengan kehidupan yang sebentar lagi harus berdiri di kaki sendiri. Tugas kita yang harus membimbingnya agar punya daya saing dan tetap optimis meraih apa yang dicita-citakan, baik dalam urusan dunia maupun akhirat.
Lingkungan yang mendukung adalah lingkungan yang memberikan harapan-harapan yang positif. Dalam kondisi ini kita bisa meyakinkan para remaja bahwa harapan masih ada, masih banyak yang bisa dilakukan untuk meraih cita-cita. Maka jangan kita patahkan semangat mereka, menjatuhkan mental dengan selalu mengungkapkan banyak kekecewaan.
Dan itu untuk menunjukkan bahwa kita orang tua yang menaruh harapan kepadanya, bukan orang tua yang berputus asa kepadanya. Agar anak tidak merasa tersisih di lingkungan keluarga, orang tua harus bisa melihat sisi-sisi kelebihan anaknya, agar bisa mengeksplor lebih jauh lagi kemampuan tersebut.
Jangan membuat mereka berputus asa dari rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena putus asa itu dosa. Karena seiring dengan rasa pesimis itu, dia akan semakin menjauh dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, dia akan mulai mempersoalkan takdir dan ini sangat berbahaya.
Maka hal penting yang yang harus di lakukan, antara lain perhatian orang tua dan pengawasan. Orang tua harus peka mendampingi mereka dengan berbagai masalah mereka. Banyak anak-anak yang melewati seabrek masalah, tetapi orang tua tidak peduli dan sang anak cenderung melewati itu sendiri dengan caranya, dengan minimnya pengetahuan hidup, yang mungkin dia tidak mampu melewati masalah tersebut. Maka di sinilah pentingnya peran orang tua hadir.
Kebanyakan orang tua berharap pada lingkungan sekolah atau guru-guru yang diharapkan bisa membantu permasalahan anak-anaknya. Padahal lingkungan sekolah hanya berperan tidak sampai 50% dari pembentukan mental para anak remaja ini. Lingkungan sekolah memiliki beragam latar belakang dari banyak individu, sehingga kurang maksimal dalam membentuk mental mereka. Maka yang paling bisa diharapkan adalah orang tua, individu yang paling dekat dan mengenal anak-anaknya.
Membangun mental yang kuat sangat dianjurkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, seperti sabda beliau
الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ، خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ،
“Seorang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada seorang mukmin yang lemah,”
Faktor pendidikan yang salah bisa membentuk pribadi dengan mental yang lemah. Seorang yang dididik dengan rasa optimis, diharapkan tumbuh menjadi orang yang kuat mentalnya dalam menghadapi roda kehidupan yang tidak selalu di atas.
Ada anak-anak yang belum dijalani saja sudah mengatakan tidak bisa, sudah merasa gagal. Ini karena lingkungan rumah yang kurang menanamkan rasa optimis. Namun ada anak-anak yang dipersiapkan dari rumah oleh orang tuanya menjadi anak yang tidak menyerah. Walaupun manusia dengan bakat yang berbeda-beda, tapi ada anak yang berusaha menjadi yang terbaik. Dan ini yang perlu ditanamkan pada diri anak, bukan anak-anak yang bermental lemah.
Pentingnya generasi yang kuat ini, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” (QS. An-Nisa`[4]: 9)
Maka kita wajib mendidik mereka untuk menjadi seseorang yang selalu optimis dan punya harapan dengan kata-kata kita kepada mereka yang selalu memotivasi mereka.
Lingkungan yang positif adalah yang mendidik melalui peristiwa kehidupan. Ada yang mengatakan bahwa pengalaman adalah guru yang terbaik, namun tidak semua orang bisa belajar dari pengalaman. Banyak juga orang-orang yang sudah kenyang pengalaman tetapi tetap saja mengulangi kesalahan yang sama berkali-kali. Padahal Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
لَا يُلْدَغُ الْمُؤْمِنُ مِنْ جُحْرٍ وَاحِدٍ مَرَّتَيْنِ
“Seorang mukmin tidak boleh jatuh ke satu lubang dua kali.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Manusia pasti melakukan kesalahan, namun pantang bagi seorang mukmin mengulang kesalahan yang sama berkali-kali. Bukankah banyak orang yang Allah Subhanahu wa Ta’ala beri umur panjang tapi tidak ada bijaksananya sama sekali? Hal itu berkaitan dengan pendidikan di masa kecilnya yang tidak terbiasa mengambil ibrah. Maka salah satu metode Qurani, Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kita untuk mengambil pelajaran dari umat-umat terdahulu, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga sering bercerita tentang umat-umat terdahulu yang memberikan pelajaran bagi kita untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama.
Dan ini adalah salah satu bekal bagi anak-anak. Karena kita dan para guru adalah mentor. Tidak selamanya menyertai anak-anak kita. Ada waktunya nanti kita harus melepas mereka menjalani kehidupan mereka sendiri. Maka salah satu guru yang selalu menyertainya adalah pengalaman hidupnya. Dia harus terbiasa mengambil pelajaran dari itu.
Kita itu sebenarnya bisa meminimalisir nasihat yang bersifat perkataan. Karena jika terlalu sering kita berbicara panjang lebar, mungkin akan membosankan bagi mereka. Dan juga terkdang tidak nyambung dengan pikiran mereka dibandingkan dengan pelajaran yang mereka sudah melaluimya dari peristiwa-peristiwa yang dilihatnya. Itu pelajaran yang nyata dalam pandangannya. Dan itu merupakan sebuah pengalaman yang dijalani dan dilihat. Sehingga akan lebih mudah mencerna dibanding dengan kata-kata.
Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download mp3 kajian yang penuh manfaat ini.
Download mp3 Kajian
Podcast: Play in new window | Download
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/54903-menanamkan-harapan-dan-optimisme-pada-remaja/